Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya
"Persoalannya, bagaimana kamu akan mengenali Allah sementara salatmu baru sebatas gerakan lahiriah. Sedekahmu masih kau tulis di pembukuan laba rugi kehidupanmu. Ilmumu kau gunakan mencuri dan membunuh saudaramu. Kamu merasa pintar sementara bodoh saja tak punya.... " (hal.24)
Cak Dlahom menutup jawabannya dari pertanyaan Mat Piti, tentang bagaimana ia akan menemui dan melihat Allah.
...
Buku dengan ketebalan +226, karya dari Almarhum Rusdi Mathari (Cak Rusdi). Mengisahkan kehidupan dalam suatu kampung dengan karakter yang beraneka ragam, di mana Cak Dlahom sendiri sebagai tokoh utamanya yang kerap dianggap kurang waras oleh warga setempat. Dalam buku ini banyak inspirasi kisah yang berdasarkan cerita dari Syekh Maulana Hizboel Wathany Ibrahim yang menarik untuk disimak.
Karakter Cak Dlahom yang dianggap kurang waras membuat saya ikut cekikikan sendiri saat membacanya (wqwqwq), Di setiap argumen yang Cak Dlahom berikan ketika Mat Piti dan warga lainnya bertanya, selalu terselip pesan yang belum tentu semua orang memahaminya. Cak Dlahom mempunyai velue yang mungkin orang lain tidak sadar itu, karena meraka merasa dirinya jauh lebih pintar dan menganggap Cak Dlahom hanyalah orang gila yang sesat.
"Benar Marja, saya memang sesat. Karena itu Allah mewajibkan saya untuk selalu membaca 'Tunjukkanlah aku jalan yang lurus' setiap kali saya salat. Tujuh belas kali sehari semalam" (hal.100)
Tutur Cak Dlahom ketika dicap sesat oleh Marja
...
Ada salah satu kisah dalam
buku tersebut yang menurut saya mempunyai pesan yang luar biasa, "Dia
Sakit dan Kamu Sibuk Membangun Mesjid" Kepergian isteri Bunali
membuat Cak Dlahom merasa bersalah dan berdosa. Isteri Bunali janda setelah
Bunali meninggal. Isteri Bunali bekerja sebagai pembantu di rumah Pak Lurah
namun upah sebagai pembantu tidaklah cukup utk kebutuhan hidupnya dengan
anaknya. Sarkum yang merupakan anaknya tidak melanjutkan sekolah menengah
pertama karena isteri Bunali tak sanggup membiayai.
Utangnya yang menumpuk di warung, membuat ibu-ibu di kampung kerap kali membicarakan isteri Bunali, bahkan ketika isteri Bunali sakit tak seorangpun dari mereka yang menjenguknya hingga pada suatu ketika isteri Bunali ditemukan mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. (Tak terasa mata saya mulai mendung :")
"Kita semua abai, kita semua salah. Kita rajin berdoa di mesjid, lalu merasa bertemu dengan Allah. Padahal ketika Allah kelaparan, kita tidak pernah memberi makan, Allah sakit, kita tidak pernah menjenguk.. " (hal.148)
Banyak hal-hal kecil yang
mungkin belum kita sadari dalam hidup ini. Bagaimana kita dengan Tuhan,
bagaimana kita dengan sesama manusia, dan bagaimana kita dengan alam. Buku
genre agama yang dibalut dengan komedi ini bisa menjadi list bacaan-mu,
sahabat.
Komentar