Sister Fillah, you’ll never be alone



Kali ketiga setelah membaca Muslimah yang Diperdebatkan dan Hijrah Jangan Jauh-Jauh Nanti Nyasar, saya kemudian membaca karya terbaru Mbak Kalis Mardiasih. Ya, “Sister Fillah, you’ll never be alone” cetakan II Juni 2020.

Mbak Kalis, mengajak kita untuk melihat perempuan dari berbagai aspek. Banyak perempuan yang sukses dengan keluarga dan pendidikan, di sisi lain masih banyak perempuan yang terlilit persoalan: para ibu tunggal yang harus berjuang membesarkan anaknya, korban kawin muda, buruh perempuan tanpa upah layak, perempuan korban kekerasan, dan banyak lagi. Dan sebagai sesama perempuan kita seharusnya saling menguatkan, bukan saling menjatuhkan.

(Paragraf di atas merupakan blurb yang tercetak pada sampul belakang buku Sister Fillah, You’ll Never Be Alone)

Buku dengan genre nonfiksi,  berisi fenomena-fenomena yang dirasakan oleh Mabk Kalis, sekaligus menjadi suatu hal yang meresahkan. Tulisan Kalis  mewakili perempuan-perempuan dengan kerasahan yang sama namun tidak mampu menyuarakannya.  Fenomena yang tampak sederhana ia ikat dalam tulisan sederhana namun dengan makna yang luar biasa. 

Ada lima persoalan sosial perempuan yang dikemukakan Mbak Kalis dalam buku ini, diantaranya :

  • Marginalisasi; perempuan terpinggirkan
  • Subordinasi; perempuan dipandang rendah
  • Stigmatisasi; perempuan dilabeli buruk
  • Kekerasan;  pandangan bahwa semua perempuan lemah, dan merupakan objek seksual
  • Beban ganda; pekerjaan yang diterima perempuan jauh lebih banyak

Perempuan terpinggirkan, seperti halnya dalam pendidikan. Banyak persepsi bahwa seharusnya yang menyandang pendidikan tinggi adalah laki-laki, karena kelak ia yang akan menafkahi perempuan. Dari persepsi tersebut, secara tidak langsung perempuan telah dipinggirkan dari upayanya untuk meraih masa depan, karena pandangan deskriminatif berbasis gender. Faktanya, sebanyak 14,18% perempuan yang telah menikah di Indonesia dengan usia dibawah 16 tahun. Sebab pemahaman bahwa posisi laki-laki jauh lebih tinggi dari perempuan

Perempuan dipandang rendah, menurut Mbak Kalis hal tersebut telah dipraktikkan sejak SD. Semisal dalam pemilihan ketua kelas pasti yang ditunjuk adalah laki-laki. Hingga pada dunia kerja subornisasi masih sering terjadi pada kalangan perempuan

Perempuan dilabeli buruk, label buruk kepada perempuan menimbulkan ketidakadilan. Perempuan sangat mudah dilabeli buruk lewat segala sesuatu yang menempel di tubuhnya. Kalis memberikan pemisalan stigmatisasi yang sering terjadi dalam keseharian perempuan, seperti "perempuan berdandan distigma genit dan bermaksud menggoda laki-laki; oleh karena itu, perempuan dianggap boleh direndahkan" atau "perempuan bercadar distigma sebagai kelompok beragama yang pro-kekerasan dan terorisme. Padahal pemakaian cadar itu tidak selalu berhubungan dengan perilaku kekerasan" (hal. 52)

Belum lagi pada kekerasan, masyarakat patriarki, yakni masyarakat yang menganggap bahwa laki-laki adalah pusat kekuasaan. Menimbulkan pandangan bahwa perempuan pasti lemah, pasrah, dan merupakan objek seksual. Oh iya, telah banyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, tapi mengapa stigmatisasi masih saja kepada perempuan yang faktanya ia adalah korban

Beban ganda, pekerjaan yang diterima perempuan jauh lebih banyak. Menurut Kalis perempuan memiliki beban reproduktif dan sekaligus produktif. Janda-janda miskin yang menjadi orang tua tunggal bagi anaknya, selain menanggung beban reproduktif ia juga menanggung beban produktif untuk bekerja demi keberlangsungan hidup bersama anaknya

Tak hanya itu, Mbak Kalis juga menjelaskan mengenai pendidikan sex. Menurutnya, pendidikan sex masih dianggap tabu oleh kalangan masyarakat, banyaknya anggapan bahwa pendidikan sex adalah ajakan atas kebebasan sex, padahal anggapan tersebut 100% salah.

"Saya akan mengusulkan subsidi pembalut untuk perempuan miskin". (hal. 76)

Tulisan pada halaman 76 pojok bawah dalam buku tersebut, betul-betul mengalihkan perhatian saya saat membacanya. Bagaimana tidak, saya pun sebagai perempuan baru menyadari bahwa hal tersebut adalah hal yang dijumpai perempuan setiap bulannya, tetapi cenderung jarang dibicarakan karena dianggap tidak serta merta menjadi isu paling penting bagi perempuan dan tubuhnya.

Saya semakin mengapresiasi tulisan Mbak Kalis, sebab ia tidak hanya menuliskan keresahan dan banyaknya persoalan perempuan, baik persoalan sosial maupun persoalan biologis, tetapi ia juga memiliki karakter yang kuat dalam menulis.

Buku dengan ketebalan yang bisa dibaca sekali duduk, baik perempuan maupun laki-laki perlu membaca buku ini. :D

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Potret Gadis Cilik di Tengah Gempuran Perang Dunia II

OMOIDE POROPORO: Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan

Jilbab yang Disalahpahami